Jaka Tarub adalah seorang pemuda
gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu
maupun menimba ilmu. Ketika suatu hari di malam bulan purnama ia memasuki
hutan, dari kejauhan ia mendengar sayup-sayup suara wanita yang sedang bercanda.
Terdorong oleh rasa penasaran, Jaka Tarub berjalan mencari arah menuju
suara-suara itu. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah danau yang sangat indah di
tengah hutan, beserta 7 orang wanita yang sangat cantik sedang mandi dan
bercanda ria. Dengan mengendap- ngendap, Jaka Tarub berjalan mendekat. Kemudian
ia menemukan pakaian wanita-wanita tersebut yang tergeletak berserakan. Setelah
memilih, ia mencuri salah satunya dan menyembunyikannya. Beberapa saat pun
berlalu dan para bidadari sudah hendak kembali ke khayangan. 6 dari mereka
memakai pakaian dan kain mereka, lalu terbang ke langit malam. Barulah Jaka
Tarub mengerti kalau wanita-wanita itu adalah para bidadari khayangan. Namun
seorang bidadari tertinggal di danau. Karena kehilangan pakaiannya ia tidak
bisa kembali ke langit dan kemudian menangis tersedu-sedu. “Bila ada yang
menemukan pakaian dan kainku, bila laki-laki akan kujadikan suami dan bila
perempuan akan kujadikan saudara,” sumpah sang bidadari. Jaka Tarub kemudian
menampakkan dirinya dan menghibur sang bidadari. Ia memberikan selembar kain
untuk dipakai bidadari itu, namun tetap menyembunyikan pakaiannya supaya ia tak
bisa terbang ke khayangan meninggalkannya. Sang bidadari kemudian memenuhi
sumpahnya dan menikah dengan Jaka Tarub.
(Ada versi lain dimana Nawang Wulan
tidak perlu bersumpah seperti itu. Ketika Nawang Wulan menangis di danau, Jaka
Tarub langsung muncul dan menghiburnya, lalu ia menawarkan tempat tinggal untuk
Nawang Wulan sampai kemudian akhirnya mereka menikah) Nawang Wulan nama bidadari
itu, sejak menikah dengannya Jaka Tarub hidup berkecukupan. Panennya melimpah
dan lumbung selalu dipenuhi oleh padi tanpa pernah berkekurangan. Pakaian
Nawang Wulan disembunyikan Jaka Tarub di dalam lumbung yang selalu penuh.
Mereka pun dikaruniai seorang anak (bisa anak laki-laki atau anak perempuan,
tergantung versi ceritanya) dan hidup berbahagia. Namun setelah beberapa lama
hidup berumah tangga, terusiklah rasa ingin tahu Jaka Tarub. Setiap hari ia dan
keluarganya selalu makan nasi, namun lumbung selalu tidak pernah berkurang
seolah tak ada padi yang dipakai untuk mereka makan. Suatu hari Nawang Wulan
hendak pergi ke sungai. Ia berpesan pada suaminya supaya menjaga api tungku di
dapur, namun melarangnya untuk membuka tutup periuk (pada versi lain, Nawang
Wulan bahkan melarang Jaka Tarub untuk masuk ke dapur). Jaka Tarub melakukan
pesan istrinya, namun rasa penasaran yang sudah dipendamnya sejak lama akhirnya
membuatnya melanggar larangan yang sudah dipesankan. Dibukanya tutup periuk dan
di dalamnya ternyata hanya ada satu butir beras. Rupanya selama ini Nawang
Wulan hanya membutuhkan sebutir beras untuk memenuhi kebutuhan nasi mereka
sekeluarga dalam sehari. Ketika Nawang Wulan pulang dan membuka tutup periuk,
hanya ada sebutir beras di dalamnya. Marahlah Nawang Wulan karena suaminya
telah melanggar larangannya, dan ia pun menjadi sedih karena sejak saat itu ia
harus memasak nasi seperti manusia biasa. Ia harus bersusah payah menumbuk padi
banyak- banyak menjadi beras sebelum kemudian menanaknya menjadi nasi.
Akibatnya karena dipakai terus menerus, lama kelamaan persediaan padi di
lumbung Jaka Tarub semakin menyusut. Pelan tapi pasti, padi mereka semakin
habis, sementara musim panen masih belum tiba. Ketika suatu hari Nawang Wulan
kembali mengambil padi untuk ditumbuk, dilihatnya seonggok kain yang tersembul
di balik tumpukan padi. Ketika ditarik dan diperhatikan, teringatlah Nawang
Wulan kalau itu adalah pakaian bidadarinya. “Rupanya selama ini Jaka Tarub yang
menyembunyikan pakaianku. Dan karena isi lumbung terus berkurang pada akhirnya
aku bisa menemukannya kembali. Ini pasti sudah menjadi kehendak Yang Di Atas,”
pikirnya. Nawang Wulan kemudian mengenakan pakaian bidadarinya dan mengambil
kainnya. Ia lalu menemui Jaka Tarub untuk berpamitan dan memintanya merawat
anak mereka baik-baik. Jaka Tarub memohon dengan sangat agar istrinya tidak
meninggalkannya, namun sudah takdir Nawang Wulan untuk kembali ke khayangan dan
berpisah dengannya. “Kenanglah aku ketika melihat bulan. Aku akan menghiburmu
dari atas sana,” kata Nawang Wulan. Ia pun kemudian terbang ke langit menuju
khayangan, meninggalkan Jaka Tarub yang menangis dalam penyesalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar